Pages

Ahad, 19 September 2010

Adab Ziarah....

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda :

“ Bahwa seseorang menziarahi saudaranya yang berada di desa yang berlainan. Lalu Allah Ta’ala mengirim satu malaikatnya menunggunya di jalan yang akan dilewatinya. Ketika dia datang mendekati malaikat tersebut, malaikat tersebut bertanya : Hendak kemanakah engkau ? Dia menjawab : Saya hendak menjumpai saudaraku di desa ini.
Malaikat itu berkata : Apakah saudaramu itu telah memberimu suatu nikmat yang hendak engkau balas?
Orang itu menjawab : Tidak, selain saya sesungguhnya mencintainya karena Allah ‘azza wajalla.
Malaikat itu berkata : Sesungguhnya saya adalah utusan Allah untukmu, menyampaikan bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu kerana-Nya.


Beberapa Adab Ziarah:
  1. Ziarah diselain tiga waktu yang disebutkan pada ayat Al-Isti’dzan
Allah subhanahu wata’ala telah mengarahkan kaum mukminin agar menahan para pembantunya dan juga anak-anak kecil yang belum baligh untuk tidak masuk ke dalam kediaman mereka pada waktu-waktu aurat yang tiga. Yakni sebelum solat shubuh, waktu tidur siang dan setelah solat isya’. Alasan dari larangan tersebut bahwa waktu-waktu ini adalah waktu biasanya tidur, terlelap dalam istirahat dan mendatangi keluarga. Dari situlah alasan larangan masuk pada tiga waktu ini kecuali seizin yang punya rumah. Sedangkan ziarah di tiga waktu ini tidak disangsikan lagi akan mengeruhkan ketenangan pemilik rumah. Dan mengganggu ketenangan mereka. Dan juga akan menyebabkan mereka merasa terusik, dikarenakan sebagian besar manusia tidaklah siap menyambut seorang tamupun pada waktu-waktu ini. Tetapi tidak termasuk dari hal itu, jikalau seseorang diundang untuk menghadiri acara walimah, makan siang atau makan malam, maka ini tidak termasuk dalam pembahasan diatas.

Dan ada baiknya kami menyertakan pada pembahasan ini sebuah hadits dan atsar.
Adapun hadits, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari didalam shahihnya dari hadits Aisyah- umul mukminin radhiallahu ‘anha, beliau berkata : “ Jarang sekali hari dimana Rasulullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi suatu rumah kecuali beliau mengunjungi rumah Abu Bakar di waktu pagi dan petang. Dan ketika beliau telah diperbolehkan untuk keluar menuju Madinah(hijrah) tidaklah suatu yang mengagetkan kami, selain beliau mendatangi kami diwaktu zuhur. Lalu Abu Bakar memberitahukan kepada kami, beliau mengatakan : Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami pada waktu ini kecuali kerana suatu yang penting telah terjadi … al-hadits “

Yang menjadi argumen pada hadits diatas, adalah kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu yang bukan merupakan waktu ziarah yakni waktu tidur siang. Dan kehairanan Abu Bakar atas kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu ini menunjukkan bahwa waktu in bukanlah waktu ziarah menurut mereka.

Adapun atsar, adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sendiri dan pada atsar tersebut disebutkan : “ Beliau berkata : Dan apabila sampai kepadaku sebuah hadits dari seseorang , maka saya lantas mendatanginya sementara dia tengah tidur siang, maka saya menjadikan jubahku sebagai pengalas kepala didepan pintunya, dan anginpun menghembuskan debu kewajahku … “
Ulasan atsar diatas : Bahwa Ibnu Abbas dengan semangat beliau dalam menuntut ilmu, dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, hanya saja beliau lebih mengedepankan untuk menunggu keluarnya orang yang beliau ingin jumpai. Karena kedatangan beliau pada saat tidur siang yang tiadalah adalah waktu orang-orang beristirahat.

 2. Yang berziarah tidak menjadi imam shalat bagi pemilik rumah, dan tidak duduk dipermadaninya kecuali dengan izinnya

Yang demikian tersebut dikarenakan seorang lelaki yang berada dirumahnya lebih berhak dari selainnya. Maka diapun menjadi imam solat, Dan duduk-duduk diatas permadaninya yang disediakan baginya. Tidak diperbolehkan kecuali dengan izinnya. Telah datang dalil tersebut pada hadits Abu Mas’ud Al-Anshari marfu’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda : “ Yang menjadi imam pada suatu kaum adalah yang paling banyak bacaan / hafal akan Kitab Allah, jika ada yang menyamai dalam bacaannya, maka dipilih yang lebih mengetahui akan sunnah, jika ada yang menyamai dalam pengetahuan sunnahnya, maka didahulukan yang paling awal hijrahnya, jika ada yang menyamai dalam hijrahnya, maka didahulukan dari mereka yang lebih lama masuk Islam ( dalam riwayat lain : umur ) dan tidaklah seorang lelaki menjadi imam bagi lelaki yang lain diwilayahnya, dan tidak pula duduk dalam rumahnya diatas tikramahnya kecuali telah diijinkan olehnya ( pada riwayat lain : kecuali dia mengijinkanmu atau mengijinkannya )”.Berkata Imam An-Nawawi : “ Maknanya … Bahwa pemilik rumah, majlis dan Imam Masjid lebih berhak daripada selainnya, jika disana tidak ada orang lain yang lebih luas wawasan kelimuannya, lebih banyak hafalannya, lebih wara’ dan lebih utama darinya, maka pemilik tempat lebih berhak jika dia berkehendak dia dapat maju sebagai imam dan jika mau dia dapat mendahulukan orang yang dikehendakinya, walau yang didahulukannya tersebut tidak lebih utama dari lainnya yang hadir, karena dialah pemegan kekuasaan , dapat mempergunakan kekuasaannya tersebut menurut yang dikehendakinya.

  3. Meminimumkan waktu ziarah


Hal tersebut diisyaratkan pada hadits Aisyah ummul mukminin radhiallahu ‘anha, yang telah disbeutkan sebelumnya, yakni perkataa beliau :
“Jarang sekali hari dimana Rasulullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi suatu rumah kecuali beliau mengunjungi rumah abu Bakar di waktu pagi dan petang “.
Dan pada riwayat lainnya : “ … Dan tidaklah ada hari yang terlewati oleh mereka berdua kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami diwaktu pagi dan petang "
Menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali mengunjungi Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Adapun hadis yang populer :
“ Ziarahilah setiap selang satu hari niscaya akan menambah rasa cinta"
Ibnu Hajar mengomentari hadits ini, beliau berkata : “ Sepertinya Al-Bukhari dalam terjemah bab memberi isyarat akan kelemahan hadits yang populer : ‘ Ziarahilah setiap selang satu hari niscaya akan menambah rasa cinta “. Hadist ini telah diriwayatkan dari banyak jalan periwayatan yang sebagian besarnya adalah riwayat-riwayat yang gharib, tidak satupun jalan periwayatannya yang selamat dari kritikan.
Sekiranyapun diterima kesahihan hadits tersebut, hadits tersebut tidaklah kontradiktif degan hadits Aisyah. Ibnu hajar mengatakan : “ Dikarenakan keumuman hadits diatas dapat disisipkan pengkhususan. Dengan demikian, hadits tersebut dimaksudkan bagi seseorang yang tidak ada hubungan khusus dan kecintaan yang berkelanjutan, maka tidaklah mengurangi kunjungan kerumahnya. Ibnu Baththal mengatakan : “ Seorang teman yang saling berkasih sayang tidak banyaknya ziarah kecuali akan menambah kecintaan, berbeda dengan yang selainnya.
Faedah : Ibnu Abdil Barr mengatakan :
Saya mengunjungi kekasihku yang nampak keriangan bagiku
Dan menyambutku dengan keceriaan dan senyum
Apabila bukan karena keceriaan dan senyum niscaya saya akan meninggalkannya
Dan seadainya dalam perjumpaan kecendrungan dan suka cita

Tiada ulasan: